Minggu, 09 Februari 2014

PAMERAN SENI DAN SASTRA 'ABORSI' : TANDA SEBUAH AKHIR

13-14 PEBRUARI 2014

PAMERAN SENI DAN SASTRA 'ABORSI' : TANDA SEBUAH AKHIR


PKM Lt2 IKIP PGRI Semarang

ABORSI : TANDA SEBUAH AKHIR
Sebuah ultimatum kegelisahan dalam pameran seni rupa karya Ahmad Rofiq
Abortus adalah istilah terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup (sebelum habis bulan keempat dari kehamilan), atau bernama lain keguguran. Ya, abortus tidak lain adalah kata serapan yang menjadi kosa kata Bahasa Indonesia: aborsi. Beranjak dari asal kata: sebuah berita tanggal 7 November 2013 pada peringatan Hari Kependudukan se- Dunia, membawa kabar bahwa Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki- Moon menyatakan dalam data statistik PBB terdapat sebanyak 16 juta gadis remaja yang berusia di bawah 18 tahun melahirkan setiap tahun. Sebanyak 3,2 juta remaja lagi menjalani aborsi yang tidak aman. Di Indonesia sendiri versi BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) memperkirakan setiap tahun jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa. Bahkan, 800 ribu di antaranya terjadi di kalangan remaja. Tingginya angka aborsi di kalangan remaja ini seringkali dikaitkan dengan kebebasan seks dan kegagalan KB. Beriringan dengan munculnya data-data tersebut, pro kontra pun muncul menyangkut esensi aborsi. Mereka yang mendukung aborsi beranggapan dengan alasan masa depan dan aib serta beban yang akan ditimpa oleh remaja tersebut pun calon anaknya. Mereka yang menolak aborsi beralasan pentingnya aturan agama, kesadaran moral atau pun kesehatan.
Beragam tanggapan muncul terkait polemic berkepanjangan tersebut, seorang seniman muda: Ahmad Rofiq turut menyambung polemic tersebut melalui penyematan kegelisahan dalam dirinya. Berlatar belakang pengalaman rekan dekatnya yang pernah bersinggungan dengan persoalan tersebut, Rofiq mencoba untuk menerjemahkan persoalan terdekat itu melalui eksplorasi karya seni rupa kontemporer. Tanpa membawa banyak pundi darimana bab persoalan ini berasal, Rofiq hanya focus pada bagaimana keberanian dan kreativitas dalam berkarya itu dituntaskan melalui pameran.
Tentunya apresiasi patut dijunjung tinggi atas kesadaran seorang seniman muda yang ingin memaparkan lewat sejumlah karya senirupa kontemporer. Alih-alih, persoalan controversial ini merupakan persoalan bersama yang patut mendapat perhatian oleh semua kalangan. Dalam lingkaran berkesenian: seniman, penghayat seni, dan penikmat seni semestinya memiliki sinergisitas supaya seni berfungsi bagi masyarakat dan seni itu sendiri. Dengan demikian, bentuk empati yang kreatif diharapkan dapat muncul dalam upaya penyelesaian segala macam persoalan.
Lantas, bagaimana kita mesti memaknai persoalan yang lama-lama jadi kelindan di tengah persoalan berbau moral lainnya? Oke. Kita mesti terlebih dahulu mempunyai kegelisahan semacam ini. Terlebih dahulu merasakan apa yang digelisahkan oleh Rofiq melalui karya-karya yang akan dipamerkannya, sebelum dinyatakan dalam wujud tindakan. Maka baiklah kita merayakan “Tanda Sebuah Akhir” sampai barangkali kita bias menaja suatu persoalan hidup seperti Chairil:
“hidup hanya menunda kekalahan
Tambah jauh dari cinta sekolah rendah…”

Selamat Merayakan!

Link : https://www.facebook.com/events/256356917867562/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar